Perlunya Kesiapan SDM dan Infrastruktur
Perlunya Kesiapan SDM dan Infrastruktur
Oleh banyak kalangan, Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 2015. Permasalahannya beragam. Salah satunya adalah terbatasnya infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan bandara. Kelengkapan infrastruktur diperlukan untuk menekan biaya logistik dan transportasi yang dapat melemahkan daya saing produk Indonesia. Saat ini memang diperkirakan ada 600 juta penduduk di ASEAN yang dapat menjadi pasar potensial.
Begitu juga bagi industri dalam negeri. AFTA adalah peluang dan ke-
sempatan bagi pengembangan ekonomi Indonesia. Namun tentu saja, dibutuhkan kemampuan yang setara dengan negara ASEAN lain, khususnya di bidang sumber daya manusia (SDM). Karena SDM Indonesia yang akan berkompetisi ekonomi regional tersebut. Jika peluang itu tidak dimanfaatkan maksimal, maka Indonesia justru menjadi pasar bagi negara lain.
Pemerintah dan pengusaha harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk menghadapi AFTA 2015. Menurut Rangga Umara, pengusaha yang sukses berbinis Pecel Lele Lela, pengusaha Indonesia sangat siap menghadapi AFTA 2015. “ Kami tidak akan menjual perusahaan kami ke asing, “ janjinya.
AFTA 2015 menjadi peluang sekaligus harapan bagi pengusaha Indonesia dan ASEAN. Bagi pengusaha lokal, manfaat yang bisa diambil antara lain peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia. Bayangkan saja dengan penduduk sebesar ± 600 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam, pasar ASEAN tentu menjanjikan.
Selain itu, biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran. Selain itu kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya. Bagi para konsumen, pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik juga semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu ter-tentu.
Bagaimana kesiapan Indonesia? Ada sejumlah tantangan yang mau tidak mau harus diterima, misalnya pengusaha dan produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi.
Sejumlah pelaku usaha, khususnya untuk para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang belum memiliki kualitas dan kemampuan dalam hal memasarkan produk mereka, ini juga menjadi ancaman tersendiri. Karena memang pada AFTA tahun 2015 produk-produk mereka harus bisa bersaing dengan produk seluruh negara ASEAN.
Bila produk Indonesia yang kualitasnya masih belum sepenuhnya bagus, yang terjadi bisa saja pembelian besar-besaran terhadap barang impor yang masuk. Sebaliknya, untuk para pelaku usaha yang memiliki produk, kualitas, dan manajemen yang baik, dengan adanya pasar bebas ini bisa dijadikan tantangan bagi pelaku dunia usaha. Mereka bisa bersaing dengan produk-produk negara tetangga ASEAN lainnya.
Tentu saja bisa kita bayangkan persaingannya sangat tidak mudah. John Prasetyo, Staf Khusus Menteri Perindustrian, kepada para wartawan, mengatakan AFTA 2015 tak perlu disikapi berlebihan dengan membuat rambu-rambu yang justru dapat merugikan Indonesia. Apalagi integrasi ekonomi regional itu lebih banyak mengusung pasar tunggal dan kesetaraan.
Yang harus dengan serius diperhatikan adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehingga bisa bersaing dengan SDM negara ASEAN lainnya. Salah satu contoh simple nya adalah, tenaga kerja dari negara-negara lain di ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia, begitu juga sebaliknya. Perlunya juga peran aktif dari masyarakat agar tidak terlalu tertarik oleh produk impor yang masuk, agar terjadinya keseimbangan pasar.
Dengan terbukanya pasar bebas antar negara baik dari skala regional maupun dunia yaitu disatu sisi membuka kesempatan kerjasama antar negara yang seluas-luasnya, namun di sisi lain membawa persaingan yang semakin tajam dan ketat. Begitu juga dengan hadirnya AFTA. Dipastikan persaingan menjadi semakin ketat.
Di bidang ketenagalistrikan, me-ningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di sektor ketenagalistrikan dengan mengandalkan kemampuan sumber daya manusia (SDM), teknologi, dan manajemen sudah merupakan suatu keharusan.
Salah satu yang wajib dilakukan adalah penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), untuk menjamin mutu maupun daya saing produk bidang ketenagalistrikan, serta sebagai filter bagi masuknya produk-produk asing yang tidak memenuhi standar ke Indonesia. Sebut saja pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan pada setiap instalasi ketenagalistrikan seperti yang telah di amanahkan dalam UU 30 Tahun 2009.
Bagaimana kesiapan Negara lain yang sebenarnya merupakan “saing-an” bagi Indonesia? Tampaknya, ada beberapa negara yang jauh lebih siap dari Indonesia. Utamanya dalam hal sumber daya manusia (SDM). Sebut saja Thailand, Malaysia dan Singapura. Kesiapan mereka juga dalam bidang kelistrikan dan energi.
Memang kebutuhan listrik kedepan di negara-negara ASEAN akan didukung oleh kerjasama interkoneksi sesama negara-negara ASEAN. Thailand sendiri misalnya saat ini juga sudah sangat tergantung pada interkoneksi. Salah satunya kerjasama dengan Myanmar. Pasokan listrik dari Myanmar sekitar 1 miliar kaki kubik gas yang diantaranya mengoperasikan enam pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Thailand Barat dengan kapasitas 6.000 MW.
AFTA menimbulkan permintaan listrik baru bagi negara-negara ASEAN. Apalagi diperkirakan peran ekonomi dan sektor industri akan besar. Sehingga percepatan dan kebutuhan listrik bagi Negara-negara ASEAN dipastikan meningkat. Siapkah kelistrikan Indonesia?
0 komentar: